Selasa, 02 Februari 2010

Membangun Sebuah Kota

Membangun sebuah kota adalah representasi dari membangun sebuah peradaban besar. Membangun sebuah kota juga merupakan pembuktian dari apa yang disebut-sebut sebagai tugas khalifatullah di bumi.

Sangat berat tugas itu. Jika saja manusia pembangun itu tidak dibekali dengan perangkat akal, rasa, dan karsa, maka sulitlah baginya melaksanakan amanah mulia itu. Akal, rasa, dan karsa melahirkan pengetahuan dan keterampilan tertentu dalam upaya membangun dan menata peradaban dan masyarakat.

Manusia kreatif pasti mencoba tidak menyerah meskipun pergulatannya dalam membangun dan menata komunitas dililit oleh keterbatasan bahkan kenihilan sumber daya. Ia mencurahkan segala kemampuannya untuk menyumbang sesuatu bagi terwujudnya suatu cita-cita kemakmuran komunitasnya.

Betapapun beratnya.
Betapapun naifnya.

Sabtu, 30 Januari 2010

Siapa Kaum Cendekiawan?

Kaum cendekiawan adalah orang yang diambil dari masyarakatnya untuk memainkan peran-peran profetik, mengajak orang kepada kebaikan dan melarangnya dari perbuatan hina dan malapetaka. Mereka menjalankan fungsi sosial itu secara individu sebagai single fighter ataupun secara kolektif. Apa yang disebut kebaikan dan kemungkaran juga bersifat individual sekaligus sistemik.

Kaum cendekiawan – meminjam Ali Syari’ati – adalah raushan fikr, orang yang sungguh-sungguh berpikir dan berzikir untuk menemukan segala kemungkinan bagi perbaikan masyarakat. Ketika mereka tiba-tiba berada pada kebuntuan sejarah – baik oleh karena lemahnya masyarakat atau karena terlalu kuatnya suatu rezim – mereka berani berketetapan untuk menjadi warrior atas nama rakyat; dan jika mereka kalah dan karenanya ditimpali oleh aniaya, mereka berhijrah, mereka putuskan ikatan dengan tanah kelahiran mereka, menuju tempat-tempat yang jauh, untuk menemukan ikhtiar, potensi, dan modus baru bagi perlawanan berikutnya. Pada saatnya, mereka harus kembali lagi ke tengah-tengah masyarakat, mayarakat yang tengah mengerang di bawah lars penguasa. Bukan sebagai ratu adil, tetapi sekedar sebagai suluh yang dapat menerbitkan kembali harapan-harapan yang telah mati.

Kaum cendekiawan adalah mereka yang tidak peduli terhadap nasib sejarah individualnya sendiri. Yang terutama baginya adalah masa depan sejarah kolektif. Adapun dirinya, mau dicemplungkan ke sungai kesepian, bukanlah soal. Karena bagi kaum cendekiawan, menjadi cendekiawan adalah pilihan: pilihan dengan penuh keberanian!